RESUME MENULIS GEL 17

Kamis, 17 Desember 2020

Maafkan Aku Mamah










                                                                       Oleh : Ai Setiawati

     Cerita ini ku buat berdasarkan pengalamanku. Ini berawal sejak aku masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Ketika itu bu Ena guru kelasku di kelas satu bertanya "Siapa nama ibu?" Tanya bu guru .aku jawab " Ma Enah". ketika aku menjawab pertanyaan itu sepertinya bu guruku tertegun penuh tanda tanya. Dengan rasa sayang beliau bertanya kembali padaku "Betul itu nama ibu mu?" "Betul bu " jawabku. Ya sudah nanti lagi ya, ngobrol sama ibu, sahut beliau. Semenjak percakapan dengan guruku. Ada terbersit sejumlah pertanyaan dalam hati. Siapakah ibuku? Masih adakah? Dimana sekarang dan banyak pertanyaan lain yang bergelayut dalam pikiranku. Sesampainya di rumah. Ema dengan senyum hangat menyambutku dan beliau menyuruhku ganti baju lalu shalat dzuhur. Masih dalam keadaan pikiran yang penuh tanda tanya. Setelah selesai shalat dzuhur, Ema menyuruhku makan siang. Wah ada kesempatan nih, pikirku. Aku bisa bertanya pada Ema.Sambil aku makan siang, Ema menemaniku makan. Aku bertanya "Ema, aku anak keberapa? Tadi bu guru bertanya, sahutku pada Ema. Ema menarik napas panjang, seperti ada segumpal resah didalam dadanya. Ema berkata: " Nanti setelah dewasa kamu pasti mengerti, teh. Panggilanku sejak kecil adalah Teteh, karena aku adalah cucu perempuan pertama bagi keluarga besar nenekku.  Selain Ema dirumah ada juga Bibi. Bibiku seorang guru SD dan waktu aku kelas satu SD, bibiku belum menikah.  

    Aku ingat tiap akhir libur sekolah, aku selalu liburan ke kota. Biasanya Bapak selalu menemaniku ke kota. Bapak panggilanku kepada kakek. Inilah awalnya saya tahu siapa orang tuaku sebenarnya. Saya ingat sepanjang perjalanan dalam Bus, bapak selalu bercerita. Dan aku pun bertanya "Pa, Kita mau kemana? tanyaku. "Kita menemui mamah, kan teteh suka nanya terus" sahut bapak. "Ohhh,,,memangnya bukan Ema ? sahutku 

"Bukan, Ema adalah nenekmu, Bi Eha Bibimu, Bapak adalah kakekmu" sahut bapak

"Ohhh,, aku hanya bisa menjawab begitu saja". Sepanjang perjalanan kakek terus bercerita.

Dan akupun memberanikan diri bertanya pada kakek.

 "Pa,,kenapa aku harus tinggal sama Ema dikampung? Kan mamahku ada? tanyaku.

 Kakek menarik napas panjang, karena menurut kakek mana mungkin anak usia 7 tahun mengerti tentang hal itu. Tapi tidak denganku. Aku anaknya cerewet sering bertanya, sampai-sampai kalau kakek cape dengan pertanyaanku, kakek suka pura-pura tidur. Seperti saat ini kita dalam perjalanan ke rumah mamahku. kakek cape sekali mendengar ocehanku. Akhirnya kakek berkata "Nanti tanya sama mamah nya",biar teteh ngerti. Aku pun hanya tersenyum. Tak terasa Bus yang kami tumpangi pun sampai di tempat tujuan. Senyum sang mamah merekah menyambut kedatanganku. Peluk dan cium sebagai pelepas rindu pada anaknya. Setelah istirahat dan makan siang mamah ngobrol santai denganku, menanyakan tetntang keadaan teman, sekolah, ngaji dan semua kegiatannku. Akhirnya aku beranikan diri untuk bertanya "Mamah, kenapa teteh harus sekolah di kampung sama kakek, bukankah mamah sama bapak masih ada? Kenapa? tanyaku. Mamah mengelus kepalaku dengan rasa sayang. "Maafkan mamah ya, sebetulnya mamah pingin sekali teteh tinggal disini, sekolah disini,, Tapi nggak boleh sama nenek. Sahut mamah dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kenapa?" tanya ku sambil terus bertanya. "Nanti teteh mengerti dengan sendirinya, tanpa harus mamah jelaskan" jawab mamah sambil meninggalkanku yang masih terdiam penuh tanya. 

    Sudahlah,,kisah itu sudah aku lupakan, waktu terus berputar , aku terus  bertumbuh menjadi gadis remaja. Ingin rasanya ada teman curhat ketika aku sedang ada masalah tapi tidak bisa karena orangtuaku jauh di kota. Kulewati masa kecil hingga masa remajaku di kampung bersama Ema, Kakek, Bibi. Tibalah waktunya Bibiku menikah, banyak orang yang bilang aku anaknya. Ketika ada yang bilang begitu bibiku hanya tersenyum. Bibi pun menikah dan sang paman sangat menyayangiku bahkan beliau suka memanggilku sulung. Ada sedikit keosongan hati ketika tidak ada mamah dalam keseharianku. Alhamdulillah walaupun orang tuaku jauh dikota, aku tidak kehilangan kasih sayang. Ada Ema dan Bibi yang menggantikan posisi mamah disaat jauh. Inilah yang membuatku sedikit berbeda sikap kepada orang tuaku. Ada perasaan dibuang, diabaikan. Bahkan yang lebih menyakitkan ketika ada saudaraku yang bilang kalau aku anak yang dibuang, nggak keurus dan kata-kata makian lainnya. Dan itu membekas sampai sekarang. Aku sangat tergantung sama Ema sama Bibi jadi kalau ada apa-apa pasti minta pendapat mereka. Seolah tidak percaya kepada mamah. Mamah pun suka kaya canggung kalau mau minta tolong atau minta bantuanku. Semua berjalan mengikuti jalannya waktu. Tibalah saatnya aku lulus SMP. Dan ini sebagai awal aku tinggal bersama mamah. Alhamdulillah akhirnya aku bisa bareng sama mamah. Cuma ada perbedaan dalam mendidik. Kalau Ema sama Bibi sangat disiplin. Semuanya harus bisa sehingga akupun menjelma mejadi gadis yang sangat mandiri. Aku selalu bilang ke mamah, jangan canggung mah kalau mau nyuruh. Ketika SMA kegiatannku banyak mulai dari OSIS, Taekwondo,Paskibra, Les Bahasa Inggris. Mamah sampai binggung. Mamah berpikir siapa yang akan mengantarkan ku kesekolah, ketempat latihan. Aku jawab dengan lantang "Biar teteh sendiri, kan banyak teman". Lagi-lagi mamah tidak bisa bekata apa-apa.

    Aku ingat pesan Ema sama Bibi "kalau sudah diam sama mamah harus nurutnya". Aku jawab ya. Kan selama ini aku anak penurut. Alhamdulillah tidak begitu banyak masalah dengan mamah, atau mungkin mamah yang banyak mengalah kepadaku. Maaf kan aku mamah,,,terkadang aku suka egois. Itu yang selalu ku ucapkan dalam hati tiap kali kami berselisih. Tibalah waktunya aku menikah. Nah saat ini lah mamah banyak sekali tuntutannya. Berbagai syarat dan ketentuan berlaku yang terkadang tidak masuk akal. Selama masih tidak mengekang aku ikuti saja. Tibalah datang seorang pemuda datang melamarku dan syarat yang pertama mamah ucapkan adalah :'Mamah minta kalian kalau sudah menikah tidak boleh jauh dari mamah, itu ada rumah sudah disiapkan untuk kalian berdua". mamah berkata sambil sedikit bergetar menahan tangis. Calon suamiku pun mau tidak mau harus mengikuti kemauan mamah. Alhamdulillah sampai saat ini mamah masih bisa bersamaku walaupun beda rumah. Rumah kami saling berhadapan. Dan aku pun hamil dan melahirkan anak pertamaku dan lagi-lagi mamah bilang "Biar mamh yang akan mengurus anak-anakmu" . kami pun tidak bisa mengelak. Pernah kami memiliki asisten rumah tangga karena taku mamah kecapean. Malah mamah marah dan tidak ramah sama asisten rumah tangga. Dan mamah pun berkata "Biarlah mamah mengurus anakmu, agar rasa bersalah mamah terobati". Ya Allah mamah, kok berkata begitu. Apapun yang terjadi dalam hidupku semua karena Allah, aku tidak pernah menyalahkan ejadian masa kecilku. Aku bahagia karena mempunyai tiga ibu. Ibu pertamaku adalah yang melahirkanku, Ibu kedua, Ema yang membesarkanku, Ibu yang ketiga adalah bibiku yang selalu dengan penuh sabar menjawab setiap kegundahan hatiku. Sayangnya Bibiku sekarang telah tiada, hanya do'a yang bisa aku panjatkan semoga beliau menjadi ahli surga. Ema ku masih ada tapi sudah sangat sepuh dan pikun, setiap ada cucunya yang datang dia pasti menanyakannku, bahkan semua cucu perempuan dia panggil namaku "Ai". Aalhamdulillah mamahku masih ada. Mafkan sikapku selama ini, yang terkadang membuatmu tidak merasa memiliki anak perempuan. Karena aku tidak bisa bersikap manja, dan tidak suka curhat ke mamah. Tapi itu dulu ketika aku belum menikah. Alhamdulillah setelah kita hidup bersama kita bisa saling memahami. Dan kita bersama-sama membesarkan anak-anakku. Cuma ada sikap aku yang sampai sekarang tidak berubah, kalau aku sudah mau ketemu sma ema dikampung, pasti harus langsung pergi mudik ke kampung. Cuman sekarang ada rasa kehilangan setelah bibi meninggal. Tiap pulang kampung tidak seindah dulu lagi. Akupun hanya bisa memandangi batu nisan bibi,,dialah ibu dalam hatiku.

 I love you mamah,,,maafkan teteh 🙏🙏🙏





6 komentar:

Posting Paling Populer

Latihan Mengoja Diri